Buka Festival Multatuli, Kemendikbud: Bentuk Semangat Humanisme
Bahtiar Rifa'i - detikHot
#pragma123 #pragma123slotlebak #pragma123slotrangkasbitung #pragma123slottangerang #Alternative Link
Lebak - Festival Seni Multatuli resmi dibuka di Rangkasbitung, Lebak. Festival ini dinilai sebagai upaya menjaga semangat humanisme. Apalagi, di daerah ini ada museum antikolonial pertama di Indonesia.
Festival yang berlangsung pada 6-9 September 2018 ini dibuka oleh Direktur Jendral Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid. Dalam sambutannya, esensi diadakanya festival ini untuk menjaga semangat humanisme.
"Festival Multatuli esensinya adalah menjaga semangat humanisme," kata Hilmar Farid di Rangkasbitung, Lebak, Banten, Kamis (6/9/2018).
Festival yang berlangsung pada 6-9 September 2018 ini dibuka oleh Direktur Jendral Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid. Dalam sambutannya, esensi diadakanya festival ini untuk menjaga semangat humanisme.
"Festival Multatuli esensinya adalah menjaga semangat humanisme," kata Hilmar Farid di Rangkasbitung, Lebak, Banten, Kamis (6/9/2018).
Festival ini menurutnya bukan untuk mengkultuskan sosok Multatuli. Dalam sosoknya, Multatuli kata Hilmar memiliki residu historis yang ia sebut paradoks. Ia orang Belanda dan bagian dari kolonialis tapi menuliskan kebobrokan para penjajah. Ia juga sebagai pegawai pemerintah Hindia Belanda tapi menentang kebijakan-kebijakan kolonial.
Paradoks ini menurutnya muncul ketika Multatuli berada di Lebak dan menentang Adipati Kartanatanegara. Ia kemudian mengundurkan diri sebagai pegawai dan memilih menuliskan kekecewaan terhadap kolonial dalam sebuah novel Max Havelaar.
"Novel ini membuka mata petinggi kerajaaan Belanda dan melahirkan politik etis. Maka wajar akhirnya novel ini sanggup membuka cakrawala para pendiri republik ini seperti Soekarno, Yamin dan Husni Tamrin untuk bercita-cita memerdekakan bangsa ini," ujarnya.
"Novel ini membuka mata petinggi kerajaaan Belanda dan melahirkan politik etis. Maka wajar akhirnya novel ini sanggup membuka cakrawala para pendiri republik ini seperti Soekarno, Yamin dan Husni Tamrin untuk bercita-cita memerdekakan bangsa ini," ujarnya.
Lewat karya tersebut Multatuli juga menginspirasi Pramoedya Ananta Toer sampai WS Rendra. Yang terakhir, bahkan menulis antologi puisi berjudul "Demi Orang-orang Rangkasbutung".
"Pada semua wawancara, Pram berani mengatakan bahwa ketika seorang politikus tidak mengenal Multatuli, praktis tidak mengenal humanisme," ujarnya.
Festival inilah yang kata Hilmar sebagai bentuk untuk menjaga semangat humanisme tersebut. Selain untuk menambah kehingintahuan khalayak untuk membaca ulang dan memahami entitas Multatuli.
"Pada semua wawancara, Pram berani mengatakan bahwa ketika seorang politikus tidak mengenal Multatuli, praktis tidak mengenal humanisme," ujarnya.
Festival inilah yang kata Hilmar sebagai bentuk untuk menjaga semangat humanisme tersebut. Selain untuk menambah kehingintahuan khalayak untuk membaca ulang dan memahami entitas Multatuli.